jurusan : Matematika
Selasa, 19 Agustus 2014
KRITERIA TUGAS BLOG
Tuliskan alamat blog anda yang telah dibuat lengkap dengan kriteria sebagai berikut :
1. Buat blog di wordpress.com atau blogger.com
2. Buat 1 page yang berisi tentang deskripsi anda
3. Buat 5 Postingan diantaranya (Kategori masing-masing) :
(1) Tulisan tentang daerah anda (Budaya, Makanan, Ciri khas)
(2) Tulisan tentang Universitas Muhammadiyah Malang
(3) Tulisan tantang jurusan anda (Keunggulan, Perkembangan, dll)
(4) Tulisan tentang perkembangan atau kemajuan teknologi
(5) Tulisan tentang tips dan trik / tutorial / informasi unik (dari hasil pelatihan yang anda dapatkan)
4. Isi posting harus menerapkan Nettique (Etika Berinternet)
5. Tambahkan link ke website kampus, dan juga link ke blog teman satu kelas anda minimal 5 orang.
contoh:
digilib.umm.ac.id
user.wordpress.com
6. untuk penilaian blog mahasiswa harus mengisikan alamat blog dengan jelas pada data mahasiswa
di kuliah-ppai.umm.ac.id/info -> Data Mahasiswa
1. Buat blog di wordpress.com atau blogger.com
2. Buat 1 page yang berisi tentang deskripsi anda
3. Buat 5 Postingan diantaranya (Kategori masing-masing) :
(1) Tulisan tentang daerah anda (Budaya, Makanan, Ciri khas)
(2) Tulisan tentang Universitas Muhammadiyah Malang
(3) Tulisan tantang jurusan anda (Keunggulan, Perkembangan, dll)
(4) Tulisan tentang perkembangan atau kemajuan teknologi
(5) Tulisan tentang tips dan trik / tutorial / informasi unik (dari hasil pelatihan yang anda dapatkan)
4. Isi posting harus menerapkan Nettique (Etika Berinternet)
5. Tambahkan link ke website kampus, dan juga link ke blog teman satu kelas anda minimal 5 orang.
contoh:
digilib.umm.ac.id
user.wordpress.com
6. untuk penilaian blog mahasiswa harus mengisikan alamat blog dengan jelas pada data mahasiswa
di kuliah-ppai.umm.ac.id/info -> Data Mahasiswa
Selasa, 12 Agustus 2014
Membuat Belajar Matematika Menjadi Bergairah
Hasil Penelitian The Third International Mathematic and Science Study
Repeat (TIMSS-R) pada tahun 1999 menyebutkan bahwa di antara 38 negara,
prestasi siswa SMP Indonesia berada pada urutan 34 untuk matematika.
Sementara hasil nilai matematika pada ujian Nasional, pada semua tingkat
dan jenjang pendidikan selalu terpaku pada angka yang rendah. Keadaan
ini sangat ironis dengan kedudukan dan peran matematika untuk
pengembangan ilmu dan pengetahuan, mengingat matematika merupakan induk
ilmu pengetahuan dan ternyata matematika hingga saat ini belum menjadi
pelajaran yang difavoritkan.
Rasa takut terhadap pelajaran matematika (fobia matematika) sering
kali menghinggapi perasaan para siswa dari tingkat SD sampai dengan SMA
bahkan hingga perguruan tinggi. Padahal, matematika itu bukan pelajaran
yang sulit, dengan kata lain sebagaimana dituturkan oleh ahli matematika
ITB Iwan Pranoto, setiap orang bisa bermatematika. Menurut Iwan,
masalah fobia matematika kerap dianggap sangat krusial dibandingkan
bidang studi lainnya karena sejak SD bahkan TK, siswa sudah diajarkan
matematika. “Kalau fisika, baru diajarkan di tingkat SMP. Karena itu,
fobia fisika menjadi tidak begitu krusial dibandingkan matematika,”.
Apalagi Kimia yang baru diajarkan ketika tingkat SMA.
Fobia Matematika
Pernah dalam suatu diskusi ada pertanyaan “unik”. Apa kepanjangan
dari Matematika? Dalam benak saya, apa ada kepanjangan Matematika,
selama ini yang diketahui kebanyakan orang, Matematika adalah tidak
lebih dari sekedar ilmu dasar sains dan teknologi yang tentunya bukan
merupakan singkatan. Setelah berfikir agak lama hampir mengalami
kebuntuan dalam berfikir akhirnya Nara Sumber menjelaskan, bahwa
Matematika memiliki kepanjangan dalam 2 versi. Pertama, Matematika
merupakan kepanjangan dari MAkin TEkun MAkin TIdak KAbur, dan kedua
adalah MAkin TEkun MAkin TIdak KAruan. Dua kepanjangan tersebut tentunya
sangat berlawanan.
Untuk kepanjangan pertama mungkin banyak kalangan yang mau menerima
dan menyatakan setuju. Karena siapa saja yang dalam kesehariannya rajin
dan tekun dalam belajar matematika baik itu mengerjakan soal-soal
latihan, memahami konsep hingga aplikasinya maka dipastikan mereka akan
mampu memahami materi secara tuntas. Karena hal tersebut maka semuanya
akan menjadi jelas dan tidak kabur. Berbeda dengan kepanjangan versi
kedua, tidak dapat dibayangkan jika kita semakin tekun dan ulet belajar
matematika malah menjadi tidak karuan alias amburadul. Mungkin kondisi
ini lebih cocok jika diterapkan kepada siswa yang kurang berminat dalam
belajar matematika (bagi siswa yang memiliki keunggulan di bidang lain)
sehingga dipaksa dengan model apapun kiranya agak sulit untuk dapat
memahami materi matematika secara tuntas dan lebih baik mempelajari
bidang ilmu lain yang dianggap lebih cocok untuk dirinya dan lebih mudah
dalam pemahamannya.
Terkait dengan rasa apriori berlebihan terhadap matematika ditemukan
beberapa penyebab fobia matematika di antaranya adalah yang mencakup
penekanan belebihan pada penghafalan semata, penekanan pada kecepatan
atau berhitung, pengajaran otoriter, kurangnya variasi dalam proses
belajar-mengajar matematika, dan penekanan berlebihan pada prestasi
individu. Oleh sebab itu, untuk mengatasi hal ini, peran guru sangat
penting. Karena begitu pentingnya peran guru dalam mengatasi fobia
matematika, maka pengajaran matematika pun harus dirubah. Jika
sebelumnya, pengajaran matematika terfokus pada hitungan aritmetika
saja, maka saat ini, guru-guru harus meningkatkan kemampuan siswa dalam
bernalar dengan menggunakan logika matematis.
Sekedar diketahui bahwa matematika bukan hanya sekadar aktivitas
penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian karena bermatematika
di zaman sekarang harus aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan hidup
modern. Karena itu, materi matematika bukan lagi sekadar aritmetika
tetapi beragam jenis topik dan persoalan yang akrab dengan kehidupan
sehari-hari.
Dari aspek psikologi, menurut psikolog Alva Handayani, peranan orang
tua pun dibutuhkan untuk mengatasi fobia matematika. Menurutnya,
mengajar matematika bukan sekadar mengenal angka dan menghafalnya namun
bagaimana anak memahami makna bermatematika. Orang tua harus memberi
kesempatan anak untuk bereksplorasi, observasi dalam keadaan rileks.
Para orang tua tidak perlu khawatir dengan kemampuan matematika para
putra-putri mereka. Yang terpenting dalam menumbuhkan cinta anak pada
matematika adalah terbiasanya anak menemukan konsep matematika melalui
permainan dalam suasana santai di rumah dalam rangka mempersiapkan masa
depan anak.
“Jika anak sering menemukan orang tua menggunakan konsep matematika,
anak akan menangkap informasi tersebut dan akan mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. Seperti, pengaturan uang saku dan tabungan
hingga pengaturan jadwal kereta api atau penerbangan,”
Tetapi, yang penting untuk diketahui dan dijadikan pegangan adalah
bahwa matematika itu merupakan ilmu dasar dari pengembangan sains (basic
of science) dan sangat berguna dalam kehidupan. Dalam perdagangan
kecil-kecilan saja, orang dituntut untuk mengerti aritmetika minimal
penjumlahan dan pengurangan. Bagi pegawai/karyawan perusahaan harus
mengerti waktu/jam, Bendaharawan suatu perusahaan harus memahami seluk
beluk keuangan. Ahli agama, politikus, ekonom, wartawan, petani, ibu
rumah tangga, dan semua manusia “sebenarnya” dituntut menyenangi
matematika yang kemudian berupaya untuk belajar dan memahaminya,
mengingat begitu pentingnya dan banyaknya peran matematika dalam
kehidupan manusia.
Fakta menunjukkan, tidak sedikit siswa sekolah yang masih menganggap
matematika adalah pelajaran yang bikin “stress”, membuat pikiran
bingung, menghabiskan waktu dan cenderung hanya mengotak-atik rumus yang
tidak berguna dalam kehidupan. Akibatnya, matematika dipandang sebagai
ilmu yang tidak perlu dipelajari dan dapat diabaikan. Selain itu, hal
ini juga didukung dengan proses pembelajaran di sekolah yang masih hanya
berorientasi pada pengerjaan soal-soal latihan saja. Hampir belum
pernah dijumpai proses pembelajaran matematika dikaitkan langsung dengan
kehidupan nyata. Menyikapi hal ini, menurut hemat penulis dalam rangka
menyelamatkan “nyawa” matematika, maka satu hal yang segera dilakukan
adalah bagaimana membuat siswa senang untuk belajar matematika?
Author: Abdul Halim Fathan.http://www.penulislepas.com/v2/?p=496
Author: Abdul Halim Fathan.http://www.penulislepas.com/v2/?p=496
Langganan:
Postingan (Atom)